
Sebuah operasi gabungan yang dilakukan aparat kepolisian dan pemerintah daerah Sumatera Utara berhasil membongkar markas salah satu organisasi masyarakat (ormas) yang disebut-sebut kerap menjadi sarang narkoba. Markas ormas GRIB Jaya Sumatera Utara yang terletak di kawasan Medan digerebek setelah mendapat laporan dari warga sekitar mengenai aktivitas mencurigakan di lokasi tersebut. Dalam penggerebekan itu, petugas menemukan berbagai barang bukti, mulai dari alat hisap sabu, botol minuman keras, hingga sejumlah paket narkoba yang siap edar.
Operasi ini dipimpin langsung oleh aparat kepolisian dengan dukungan TNI serta Satpol PP. Menurut keterangan resmi, markas tersebut kerap digunakan sebagai tempat hiburan ilegal, perjudian, hingga transaksi narkotika. Warga sekitar sudah lama resah, tetapi baru kali ini dilakukan tindakan tegas setelah bukti yang dikumpulkan cukup kuat. Beberapa orang yang berada di lokasi saat penggerebekan berhasil diamankan untuk diperiksa lebih lanjut.
Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, memberikan dukungan penuh atas tindakan aparat. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mentolerir keberadaan ormas atau kelompok mana pun yang merusak ketertiban masyarakat dengan menjadikan markas mereka sebagai pusat peredaran narkoba. Bobby bahkan meminta agar seluruh markas ormas di Sumut diawasi secara ketat untuk mencegah aktivitas serupa. “Tidak boleh ada organisasi yang justru merusak anak bangsa. Jika terbukti terlibat, kita akan tindak tegas, tanpa pandang bulu,” ujarnya.
Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan serius tentang fungsi dan peran ormas di masyarakat. Seharusnya, organisasi kemasyarakatan hadir untuk membangun solidaritas sosial, membantu program pemerintah, dan menjaga ketertiban. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Markas GRIB Jaya yang seharusnya menjadi pusat kegiatan positif berubah menjadi tempat transaksi ilegal. Banyak pihak menilai bahwa jika ormas tidak lagi menjalankan fungsinya sesuai aturan, keberadaannya justru membahayakan masyarakat.
Warga sekitar menyambut lega atas pembongkaran ini. Menurut mereka, aktivitas di markas ormas tersebut sudah lama meresahkan karena sering terdengar suara musik keras hingga dini hari, perkelahian antaranggota, dan lalu lalang orang yang mencurigakan. Tidak sedikit pula anak muda di sekitar lokasi yang ikut terpengaruh karena tergoda dengan gaya hidup bebas yang ditawarkan oleh markas tersebut. Dengan dibongkarnya markas, warga berharap lingkungan mereka bisa kembali tenang dan aman.
Pihak kepolisian menyatakan bahwa kasus ini tidak berhenti sampai di sini. Mereka masih menelusuri jaringan narkoba yang memanfaatkan markas ormas tersebut sebagai pusat distribusi. Ada indikasi bahwa narkoba yang diedarkan berasal dari jaringan antarprovinsi yang masuk melalui jalur Sumatera. Polisi berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini, termasuk meneliti kemungkinan keterlibatan oknum pengurus ormas yang diduga mengetahui atau bahkan ikut melindungi aktivitas ilegal tersebut.
Pengamat sosial menilai kasus GRIB Jaya di Sumut ini sebagai contoh nyata bahwa peredaran narkoba tidak lagi terbatas di tempat-tempat hiburan malam atau jaringan murni kriminal. Sindikat narkoba kini berupaya mencari “tameng” melalui organisasi masyarakat agar aktivitas mereka lebih sulit terdeteksi. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk meninjau ulang keberadaan ormas yang tidak jelas kontribusinya, bahkan justru terindikasi menjadi masalah baru bagi keamanan publik.
Dengan terkuaknya kasus ini, publik semakin menaruh perhatian pada peran aparat dalam menjaga integritas penegakan hukum. Transparansi dalam proses hukum terhadap para pelaku menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Jika penegakan hukum dilakukan setengah hati, maka dikhawatirkan markas serupa akan terus bermunculan dengan kedok organisasi masyarakat. Untuk itu, warga mendesak agar pemerintah tidak hanya menindak GRIB Jaya, tetapi juga melakukan evaluasi menyeluruh terhadap ormas lain yang terindikasi terlibat dalam aktivitas ilegal.