Jakarta, 9 Juli 2025 – Harga beras premium di sejumlah wilayah Indonesia kembali mengalami lonjakan tajam dan kini menembus Rp 19.500 per kilogram, tertinggi sejak 2018. Kenaikan ini terjadi secara merata di Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan sebagian Sulawesi, dengan dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat kelas menengah bawah.
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perum Bulog menyatakan telah menyiapkan Operasi Pasar Nasional (OPN) dalam waktu dekat untuk menstabilkan harga dan memastikan distribusi beras tidak terhambat.
📊 Faktor Penyebab Lonjakan Harga
Menurut laporan Bapanas dan Kementerian Pertanian, terdapat beberapa pemicu utama:
-
Gagal panen lokal akibat kemarau panjang El Nino.
-
Penurunan produksi gabah kering hingga 14% dibanding tahun lalu.
-
Harga beras impor naik 18% akibat pembatasan ekspor dari India dan Vietnam.
-
Distribusi logistik terhambat karena kenaikan harga BBM non-subsidi.
Di pasar Cipinang Jakarta, harga beras medium juga ikut naik ke kisaran Rp 14.700/kg, dan stok di beberapa gudang tercatat turun hingga 28%.
🚨 Respon Pemerintah: Operasi Pasar & Subsidi
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menyatakan bahwa:
-
Pemerintah akan menggelontorkan 300 ribu ton cadangan beras pemerintah (CBP) ke pasar dalam dua minggu ke depan.
-
Penyaluran beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) melalui pasar tradisional dan ritel modern akan diperluas.
-
Diskon subsidi hingga 15% akan diberikan untuk masyarakat penerima manfaat Kartu Sembako.
“Kami ingin memastikan akses pangan tetap aman, terutama bagi masyarakat rentan dan wilayah luar Jawa,” kata Arief.
🧭 Dampak Sosial: UMKM & Warteg Mulai Terdampak
Kenaikan harga beras telah memukul pelaku UMKM kuliner, seperti warteg, katering rumahan, dan pedagang nasi. Beberapa di antaranya terpaksa mengecilkan porsi atau menaikkan harga jual.
Di Bekasi dan Bogor, sejumlah pemilik warteg menyebut harus mengganti beras premium dengan beras kualitas sedang atau bahkan menengah ke bawah.
🌾 Solusi Jangka Panjang: Diversifikasi & Digitalisasi Distribusi
Pakar pertanian dari IPB, Dr. Fitri Ardiani, menyarankan agar:
-
Pemerintah mempercepat diversifikasi pangan lokal seperti singkong, sorgum, dan jagung manis.
-
Digitalisasi rantai pasok beras dilakukan secara menyeluruh untuk mencegah penimbunan dan spekulasi harga.
“Ketahanan pangan tidak bisa hanya mengandalkan beras. Kita butuh sistem pangan yang adaptif dan inklusif,” ujar Dr. Fitri.
📌 Kesimpulan
Lonjakan harga beras premium bukan sekadar masalah musiman, tapi indikator rapuhnya sistem ketahanan pangan nasional dalam menghadapi krisis iklim dan pasar global. Respons jangka pendek melalui operasi pasar penting, namun solusi jangka panjang harus menyasar struktur produksi, distribusi, dan konsumsi pangan nasional.
“Harga beras adalah cermin stabilitas sosial. Kalau naiknya tak terkendali, dampaknya bisa meluas ke semua lini,” tegas ekonom INDEF, Nailul Huda.